Di Jurnalac, kamu bisa menemukan berita terbaru, artikel pilihan, serta opini-opini segar dari berbagai sudut pandang.

Search Suggest

Tekanan Global di COP30 untuk Menghapus Bahan Bakar Fosil: Dunia di Titik Balik Transisi Energi

COP30 menjadi momen krusial bagi dunia. Pelajari tentang tekanan global yang meningkat terhadap penghapusan bahan bakar fosil dan implikasinya

 



Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 atau COP30 menjadi salah satu momen paling menentukan dalam perjalanan dunia untuk keluar dari ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Pertemuan besar yang berlangsung di Belém, Brasil, ini mempertemukan ratusan negara, ilmuwan, pebisnis, akademisi, dan aktivis lingkungan untuk membahas satu hal yang semakin mendesak: masa depan umat manusia jika penggunaan minyak, gas, dan batu bara tidak segera dibatasi secara drastis. Tahun ini, perhatian global berpusat pada tawaran “road map” atau peta jalan yang didukung oleh lebih dari 80 negara untuk menghentikan secara bertahap penggunaan bahan bakar fosil dalam beberapa dekade mendatang.

Upaya menghentikan bahan bakar fosil bukanlah gagasan baru. Namun, untuk pertama kalinya, tekanan dari negara-negara maju dan berkembang muncul bersamaan. Banyak negara yang biasanya pasif kini mulai menyadari bahwa perubahan iklim bukan ancaman jangka panjang semata, tetapi krisis yang sudah terjadi — mulai dari naiknya permukaan laut, gelombang panas ekstrem, hingga kebakaran hutan besar yang merusak ekonomi. COP30 membuka ruang diskusi yang lebih tegas, dan dukungan terhadap penghapusan bahan bakar fosil menjadi sinyal kuat bahwa dunia berada di titik balik sejarah energi global.

Ketergantungan Global yang Semakin Berbahaya

Selama lebih dari satu abad, bahan bakar fosil menjadi tulang punggung ekonomi global. Industri transportasi, manufaktur, pembangkit listrik, hingga sektor rumah tangga sangat bergantung pada energi murah dari minyak, gas, dan batu bara. Namun, harga murah itu ternyata memiliki biaya tersembunyi yang sangat besar: krisis iklim yang menimbulkan kerugian puluhan triliun dolar.

Suhu bumi terus meningkat dan telah melewati beberapa titik yang diprediksi para ilmuwan sebagai batas aman. Fenomena cuaca ekstrem terjadi dengan frekuensi lebih sering dan intensitas semakin tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir, banjir besar, badai super, kekeringan ekstrem, dan gelombang panas beruntun telah membuat banyak negara mengalami kerugian ekonomi besar dan hilangnya nyawa.

Karena itu, banyak negara kini menyadari bahwa mempertahankan industri fosil dalam jangka panjang justru jauh lebih mahal daripada beralih ke energi terbarukan. COP30 memperkuat kesadaran ini dan mendorong dialog global mengenai apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Dukungan Lebih dari 80 Negara: Tanda Perubahan Sikap Dunia

Salah satu hal yang membuat COP30 dinilai bersejarah adalah jumlah negara yang mendukung peta jalan penghentian bahan bakar fosil. Negara-negara Eropa, Amerika Latin, Afrika, dan beberapa negara Asia secara terbuka meminta transisi energi segera dilakukan. Dorongan ini bukan hanya muncul dari negara maju, tetapi juga dari negara berkembang yang selama ini sangat rentan terhadap krisis iklim.

Negara-negara kepulauan kecil, misalnya, berada di garis depan dampak perubahan iklim. Kenaikan permukaan laut mengancam eksistensi fisik wilayah mereka. Dalam banyak kesempatan, perwakilan negara-negara tersebut menegaskan bahwa keberadaan mereka sebagai bangsa dipertaruhkan apabila dunia tidak mengambil langkah drastis.

Apa yang membuat dukungan kali ini berbeda adalah intensitasnya. Banyak negara secara terbuka menyatakan bahwa dunia tidak bisa lagi sekadar “mengurangi” emisi tanpa membatasi sumber penyebabnya. Selama bahan bakar fosil masih diproduksi secara besar-besaran, pengurangan emisi akan selalu tertinggal.

Tekanan dari Aktivis dan Komunitas Adat

Selain negara-negara peserta, tekanan kuat juga datang dari aktivis lingkungan dan masyarakat adat. COP30 yang berlangsung di Brasil memberi panggung besar bagi komunitas adat Amazon yang selama ini menjaga salah satu hutan terbesar dan paling vital di dunia.

Mereka mengingatkan bahwa penambangan minyak dan gas tidak hanya merusak alam, tetapi juga mengancam budaya dan kehidupan masyarakat yang bergantung pada ekosistem hutan. Seruan mereka memperkuat suara para ilmuwan dan aktivis yang sudah lama mengingatkan bahwa eksploitasi bahan bakar fosil akan membawa manusia kepada kehancuran sendiri.

Demonstrasi, diskusi publik, dan kampanye kreatif — mulai dari aksi teater jalanan hingga kostum ikonik — semakin menekan para pemimpin negara untuk bertindak. Aktivis muda dari berbagai negara juga tampil sebagai kekuatan penting, menuntut keadilan iklim dan masa depan yang layak bagi generasi mereka.

Peta Jalan Penghapusan Fosil: Apa Isi Utamanya?

Walaupun setiap negara memiliki kondisi dan kemampuan berbeda, peta jalan yang didorong dalam COP30 memiliki beberapa prinsip utama:

  1. Penghentian bertahap produksi batu bara, minyak, dan gas.
    Termasuk menghentikan pembangunan pembangkit baru atau eksplorasi baru.

  2. Investasi besar-besaran dalam energi terbarukan.
    Seperti tenaga surya, angin, hidro, dan teknologi baru seperti hidrogen hijau.

  3. Pendanaan iklim untuk negara berkembang.
    Negara kaya didorong memberikan dukungan finansial agar negara miskin bisa melakukan transisi energi tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi.

  4. Penghapusan subsidi bahan bakar fosil.
    Karena subsidi hanya membuat energi kotor tetap murah dan kompetitif.

  5. Transisi yang adil untuk pekerja dan komunitas yang bergantung pada industri fosil.
    Termasuk pelatihan ulang dan pembukaan lapangan kerja baru di sektor energi bersih.

Peta jalan tersebut belum mengikat secara hukum, namun menjadi dasar kuat untuk perundingan global selanjutnya.

Tantangan dan Perdebatan yang Masih Muncul

Meski dukungan besar sudah terlihat, transisi dari fosil tidak akan mudah. Beberapa negara penghasil minyak terbesar masih bersikap hati-hati. Mereka khawatir ekonomi domestik akan terguncang jika penghentian dilakukan terlalu cepat. Selain itu, ada negara berkembang yang masih sangat mengandalkan bahan bakar fosil untuk listrik murah.

Di sisi lain, teknologi energi terbarukan memang berkembang pesat, tetapi masih membutuhkan investasi besar untuk memperluas jaringan listrik, penyimpanan energi, dan infrastruktur pendukung lainnya. Transisi global membutuhkan biaya ratusan miliar dolar setiap tahun, sesuatu yang hanya bisa dicapai bila negara-negara kaya ikut berkomitmen.

COP30: Sinyal Kuat, Tapi Bukan Akhir Perjuangan

COP30 menjadi titik terang yang menunjukkan bahwa tekanan untuk menghapus bahan bakar fosil kini menjadi arus utama. Dunia tampaknya semakin sepakat bahwa energi bersih bukan pilihan masa depan, tetapi kebutuhan mendesak saat ini. Keberanian lebih dari 80 negara untuk mendukung peta jalan penghentian bahan bakar fosil adalah langkah besar menuju masa depan yang lebih aman dan berkelanjutan.

Namun, pertemuan ini bukan akhir dari perjalanan. Setelah COP30, pekerjaan nyata baru dimulai: mengubah komitmen menjadi tindakan. Suksesnya perubahan iklim global tidak hanya ditentukan oleh perundingan di ruang konferensi, tetapi oleh kebijakan yang diterapkan di lapangan, investasi pada teknologi bersih, dan keberanian politik untuk meninggalkan sistem energi lama.

Dunia kini berada di masa transisi — masa yang penuh tantangan, namun juga penuh harapan. Jika langkah-langkah tegas benar-benar dilakukan, COP30 bisa dikenang sebagai momen ketika umat manusia akhirnya memilih masa depan yang lebih hijau dan lebih aman bagi generasi mendatang.

Posting Komentar