Di Jurnalac, kamu bisa menemukan berita terbaru, artikel pilihan, serta opini-opini segar dari berbagai sudut pandang.

Search Suggest

๐ŸŒ‹ Letusan Gunung Etna dan Meningkatnya Aktivitas Vulkanik Global Tahun 2025

Letusan Gunung Etna 2025: Peringatan Lonjakan Aktivitas Vulkanik Global

 



Fenomena Alam yang Mengguncang Dunia

Pada akhir Oktober 2025, dunia kembali menoleh ke arah Italia, tepatnya ke Pulau Sisilia, ketika Gunung Etna — salah satu gunung berapi paling aktif di dunia — kembali menunjukkan kekuatannya. Letusan besar yang terjadi pada pertengahan bulan menimbulkan semburan abu vulkanik yang menjulang hingga lebih dari 10 kilometer ke langit. Langit di atas Catania berubah menjadi gelap, dan hujan abu turun hingga radius puluhan kilometer.

Peristiwa ini bukan hanya menarik perhatian para ilmuwan vulkanologi, tetapi juga masyarakat global. Dalam waktu yang hampir bersamaan, beberapa gunung berapi lain di dunia, seperti Gunung Fagradalsfjall di Islandia, Mayon di Filipina, serta Popocatรฉpetl di Meksiko, juga menunjukkan peningkatan aktivitas. Fenomena ini memunculkan pertanyaan besar: apakah dunia sedang memasuki fase peningkatan aktivitas vulkanik global?


Etna: Gunung Tertua yang Tak Pernah Tidur

Gunung Etna, dengan ketinggian sekitar 3.300 meter di atas permukaan laut, telah lama dijuluki “raksasa Sisilia”. Catatan sejarah menunjukkan aktivitasnya sudah berlangsung selama lebih dari 500.000 tahun. Berbeda dengan gunung berapi lain yang kadang “tertidur” selama ratusan tahun, Etna dikenal aktif hampir setiap tahun — kadang kecil, kadang sangat besar.

Letusan Oktober 2025 menjadi salah satu yang paling intens dalam dekade terakhir. Para peneliti dari Institut Nasional Geofisika dan Vulkanologi Italia (INGV) melaporkan adanya peningkatan signifikan pada tremor seismik selama beberapa minggu sebelum letusan. Aktivitas magma di bawah permukaan meningkat drastis, menandakan adanya tekanan kuat yang mendorong material panas ke permukaan.

Saat letusan puncak terjadi, lava mengalir deras ke lereng tenggara, membentuk aliran panjang bercahaya merah oranye di malam hari. Walau tidak menimbulkan korban jiwa, beberapa desa di kaki gunung harus dievakuasi sementara karena hujan abu tebal dan ancaman longsoran lahar.


Dampak Sosial dan Ekonomi di Sekitar Etna

Bagi warga Sisilia, letusan Etna bukanlah hal baru. Namun, skala kali ini menimbulkan dampak ekonomi cukup besar. Bandara Internasional Catania sempat ditutup selama tiga hari karena jarak pandang rendah akibat abu vulkanik yang melayang di udara. Ribuan wisatawan yang tengah berlibur harus menunda penerbangan dan menginap lebih lama dari rencana semula.

Sektor pertanian di sekitar lereng gunung juga terkena imbas. Daun anggur dan zaitun tertutup abu tebal, memengaruhi hasil panen. Pemerintah daerah memperkirakan kerugian mencapai jutaan euro, terutama pada komoditas anggur khas Sisilia yang terkenal di dunia.

Meski demikian, masyarakat lokal menunjukkan ketangguhan yang luar biasa. Setelah abu mereda, banyak warga bergotong royong membersihkan jalan, atap, dan kebun. Bahkan, beberapa pelaku wisata memanfaatkan momentum ini dengan menawarkan “tur aman” untuk melihat Etna dari kejauhan — sebuah daya tarik yang justru menarik perhatian wisatawan petualang dari berbagai negara.


Aktivitas Vulkanik Global Meningkat

Etna bukan satu-satunya yang aktif. Dalam beberapa bulan terakhir, laporan aktivitas vulkanik meningkat dari berbagai belahan dunia. Islandia melaporkan retakan baru di sistem vulkanik Reykjanes yang memuntahkan lava ke permukaan. Di Filipina, Gunung Mayon menunjukkan letusan kecil namun terus-menerus, mengeluarkan gas belerang yang mengganggu pernapasan warga sekitar.

Fenomena serupa juga diamati di Amerika Selatan, di mana Gunung Villarrica di Chili dan Sabancaya di Peru memperlihatkan peningkatan aktivitas gas dan abu. Beberapa peneliti menduga adanya hubungan tidak langsung antara perubahan tekanan tektonik global dan peningkatan frekuensi erupsi pada tahun ini.

Para ahli geologi menyoroti bahwa 2025 merupakan salah satu tahun dengan aktivitas vulkanik tertinggi dalam satu dekade terakhir. Data satelit menunjukkan peningkatan emisi gas vulkanik, terutama sulfur dioksida (SO₂), yang berdampak pada perubahan pola cuaca lokal dan regional.


Hubungan dengan Perubahan Iklim

Salah satu pertanyaan besar yang muncul adalah: apakah perubahan iklim global memengaruhi aktivitas vulkanik, atau sebaliknya? Meski keduanya tampak berbeda, sejumlah penelitian terbaru menunjukkan hubungan tidak langsung antara keduanya.

Pemanasan global dapat memengaruhi tekanan atmosfer dan mencairkan lapisan es di wilayah kutub. Ketika massa es yang besar mencair, beban di kerak bumi berkurang, memungkinkan magma naik lebih mudah ke permukaan. Fenomena ini disebut “dekompresi isostatik”.

Sebaliknya, letusan besar seperti Etna dapat memengaruhi iklim jangka pendek. Abu dan gas sulfur yang dilepaskan ke atmosfer dapat memantulkan sinar matahari dan menurunkan suhu global sementara waktu. Efek pendinginan sementara ini pernah terjadi setelah letusan Gunung Pinatubo tahun 1991, yang menurunkan suhu bumi sekitar 0,5°C selama dua tahun.


Perspektif Ilmiah: Apakah Ini Fase Normal Bumi?

Menurut para ahli vulkanologi, aktivitas seperti ini sebenarnya merupakan bagian dari “ritme alami” bumi. Planet kita selalu dalam keadaan dinamis — lempeng tektonik terus bergerak, mantel bumi berputar, dan energi panas dari inti bumi mencari jalan keluar.

Namun, kombinasi dari beberapa letusan besar dalam waktu berdekatan tentu menarik perhatian. Beberapa ilmuwan memandangnya sebagai kebetulan geologis, sementara yang lain melihatnya sebagai tanda adanya fase peningkatan aktivitas mantel.

Secara historis, bumi memang mengalami siklus aktivitas vulkanik yang naik-turun setiap beberapa abad. Ada periode ketika gunung-gunung berapi di seluruh dunia cenderung lebih aktif, disusul fase “tenang” yang panjang. Tahun 2025 tampaknya menandai awal dari periode aktif baru tersebut.


Peran Teknologi dalam Pemantauan dan Mitigasi

Satu hal yang membedakan letusan tahun ini dengan kejadian serupa di masa lalu adalah kecanggihan teknologi yang digunakan dalam pemantauan. Satelit penginderaan jauh, sensor seismik real-time, dan drone termal kini menjadi alat utama dalam memantau aktivitas vulkanik.

Di Etna, sistem pemantauan otomatis mampu mengirim peringatan dini ketika tekanan magma meningkat. Data dikirim langsung ke pusat vulkanologi di Roma dalam hitungan detik. Dengan cara ini, pemerintah dapat mengeluarkan peringatan evakuasi lebih cepat dan akurat.

Selain itu, teknologi AI kini mulai diterapkan dalam analisis pola aktivitas vulkanik. Algoritma pembelajaran mesin dapat mengenali pola getaran seismik yang berpotensi menjadi letusan. Ini memberi waktu tambahan yang sangat berharga bagi warga di sekitar area berisiko.


Manusia dan Alam: Belajar Hidup Berdampingan

Letusan Etna mengingatkan dunia bahwa manusia, dengan segala kemajuan teknologinya, tetaplah bagian kecil dari kekuatan alam yang jauh lebih besar. Gunung berapi tidak hanya simbol kehancuran, tetapi juga sumber kehidupan. Tanah vulkanik yang subur, pemandangan yang menakjubkan, dan sumber energi panas bumi adalah bukti bahwa aktivitas vulkanik juga membawa berkah.

Masyarakat di sekitar Etna telah hidup berdampingan dengan gunung ini selama ribuan tahun. Mereka belajar membaca tanda-tanda alam, menyesuaikan ritme hidup dengan perubahan yang datang dari bawah tanah. Dalam setiap letusan, ada rasa takut, tetapi juga rasa hormat — sebuah kesadaran bahwa alam tidak bisa dikendalikan, hanya bisa dipahami dan dihadapi dengan bijak.


Kesimpulan

Letusan Gunung Etna tahun 2025 bukan hanya peristiwa lokal di Italia, tetapi simbol dari dinamika bumi yang terus berlangsung. Peningkatan aktivitas vulkanik di berbagai belahan dunia menunjukkan bahwa planet ini masih “hidup” dan terus berubah.

Dengan teknologi yang semakin canggih, umat manusia kini lebih siap dalam menghadapi ancaman bencana alam. Namun pada saat yang sama, peristiwa ini mengingatkan kita untuk tetap rendah hati terhadap kekuatan bumi yang luar biasa.

Gunung Etna akan terus menjadi simbol keseimbangan antara bahaya dan keindahan — pengingat bahwa di balik letusan yang menakutkan, selalu ada kisah tentang keberanian, ketahanan, dan kehidupan yang terus berjalan di bawah bayang-bayang raksasa api.

Posting Komentar