Dalam beberapa tahun terakhir, dunia dikejutkan oleh sebuah fenomena yang datang dari industri mainan. Bukan karena inovasi teknologi canggih, melainkan karena kehadiran sosok kecil berwajah unik bernama Labubu. Tokoh ini, hasil karya desainer Hong Kong Kasing Lung dan diproduksi oleh perusahaan POP MART dari Tiongkok, berhasil menciptakan gelombang besar di dunia koleksi global. Dari antrean panjang di toko hingga lelang internasional yang mencapai ratusan ribu dolar, Labubu bukan sekadar mainan—ia telah menjelma menjadi simbol budaya baru.
Asal-usul dan Konsep di Balik Labubu
Labubu pertama kali muncul sebagai karakter ilustrasi karya Kasing Lung, yang menggambarkan sosok makhluk kecil dengan ekspresi antara nakal dan polos. Wajahnya yang tajam, telinga runcing, serta senyum misterius membuatnya mudah diingat. Karakter ini kemudian dikembangkan oleh POP MART menjadi figur koleksi berbentuk mini, yang dikemas dalam blind box—kemasan tertutup yang tidak menunjukkan isi di dalamnya.
Konsep blind box ini membuat pembeli tidak tahu karakter mana yang akan didapat, sehingga muncul sensasi “berburu” yang seru. Unsur kejutan tersebut ternyata menjadi daya tarik utama. Orang-orang membeli dalam jumlah banyak demi mendapatkan karakter langka, bahkan tak jarang menukarnya di komunitas online maupun offline.
Inilah awal mula Labubu menjadi lebih dari sekadar mainan: ia menjadi simbol identitas, pengalaman sosial, dan bahkan bentuk investasi baru.
Gelombang Antrean dan Pasar Sekunder
Fenomena ini tampak jelas di berbagai negara. Di Tiongkok, antrean di depan toko POP MART bisa mengular panjang hanya untuk mendapatkan rilisan edisi terbatas. Di Hong Kong, Jepang, Singapura, hingga Indonesia, komunitas kolektor Labubu semakin besar. Setiap kali edisi baru diluncurkan, ribuan penggemar rela menunggu sejak subuh, dan beberapa menit setelah pembukaan, stok langsung habis.
Yang menarik, muncul pula pasar sekunder yang nilainya sangat tinggi. Beberapa figur Labubu langka bisa terjual hingga puluhan bahkan ratusan juta rupiah di platform jual beli kolektor. Pada salah satu lelang besar di Beijing, figur Labubu berukuran manusia laku terjual lebih dari 150.000 dolar AS. Fakta ini menunjukkan bahwa fenomena ini tidak hanya soal hobi, tetapi juga telah memasuki ranah ekonomi budaya.
Perdagangan Labubu bukan sekadar transaksi barang, melainkan bagian dari gaya hidup dan status sosial. Memiliki karakter langka memberi kebanggaan tersendiri, seperti halnya memiliki karya seni eksklusif.
Mengapa Labubu Begitu Populer?
Beberapa faktor menjelaskan mengapa Labubu bisa sedemikian fenomenal:
-
Desain yang Unik dan Emosional
Bentuk Labubu yang tidak sempurna justru menjadi daya tarik. Ia tidak lucu dalam arti tradisional seperti boneka teddy bear, tapi memiliki ekspresi yang ambigu—antara senang, nakal, dan misterius. Ekspresi ini seolah mencerminkan kepribadian kompleks manusia modern, terutama generasi muda yang terbiasa mengekspresikan diri di dunia digital. -
Budaya Koleksi yang Didorong Media Sosial
Instagram, TikTok, dan YouTube memainkan peran besar dalam meledakkan popularitas Labubu. Video “unboxing blind box” menjadi konten viral yang menggabungkan rasa penasaran dan kesenangan. Orang merasa terlibat secara emosional dalam momen ketika sebuah kotak dibuka dan karakter langka muncul.Tren ini menunjukkan bagaimana budaya konsumsi saat ini sangat visual dan berbasis pengalaman, bukan sekadar produk.
-
Kekuatan Komunitas
POP MART tidak hanya menjual produk, tetapi membangun ekosistem komunitas. Ada forum, grup media sosial, dan acara khusus bagi kolektor untuk bertemu dan bertukar koleksi. Hal ini menciptakan rasa memiliki yang kuat, di mana penggemar merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar.Seorang kolektor di Singapura pernah menyebut bahwa ia tidak hanya mengoleksi Labubu karena bentuknya, tapi karena “energi komunitasnya yang positif dan kreatif”.
-
Elemen Langka dan Eksklusifitas
POP MART merilis berbagai seri edisi terbatas dengan desain khusus, sering kali kolaborasi dengan seniman atau merek lain. Edisi-edisi ini hanya dirilis dalam jumlah kecil, membuatnya sangat diburu. Prinsip kelangkaan ini mirip dengan dunia fashion dan sneaker, di mana permintaan justru meningkat karena keterbatasan.
Labubu Sebagai Cerminan Budaya Pop Global
Fenomena Labubu tidak bisa dilepaskan dari konteks globalisasi budaya pop Asia. Dalam dua dekade terakhir, dunia menyaksikan bagaimana budaya Korea (K-Pop, drama), Jepang (anime, figur), dan kini Tiongkok melalui industri kreatifnya, berhasil menembus pasar dunia.
Labubu menjadi simbol baru dari “soft power” Tiongkok—bukan melalui politik atau ekonomi berat, tetapi lewat seni, desain, dan gaya hidup. Hal ini menandai perubahan cara pandang global terhadap produk budaya asal Asia Timur.
Menariknya, karakter seperti Labubu juga membawa nuansa “dark cute” atau keimutan yang agak menyeramkan, yang berbeda dari gaya lucu khas Jepang seperti Hello Kitty. Estetika ini sesuai dengan selera visual Gen Z yang menyukai sesuatu yang tidak terlalu manis, lebih autentik, dan penuh ekspresi.
Dampak Ekonomi dan Industri Kreatif
Di sisi industri, kesuksesan Labubu memberi dampak besar pada perkembangan ekonomi kreatif. POP MART, perusahaan di balik karakter ini, mencatat lonjakan penjualan hingga ratusan persen. Mereka memperluas toko di berbagai kota dunia dan menggandeng seniman independen untuk menciptakan karakter baru.
Model bisnis mereka menunjukkan bahwa kreativitas lokal dapat menjadi kekuatan global jika dikemas dengan baik. POP MART tidak sekadar menjual mainan, tetapi menjual pengalaman dan identitas. Hal ini menjadi inspirasi bagi banyak pelaku industri kreatif di negara lain untuk memadukan desain, storytelling, dan strategi pemasaran berbasis komunitas.
Aspek Psikologis dan Sosial di Balik Koleksi
Mengoleksi mainan seperti Labubu bukan hanya soal hobi atau investasi, tetapi juga memiliki makna psikologis. Banyak penggemar menyebut bahwa kegiatan ini memberi rasa nostalgia, kebahagiaan sederhana, dan bentuk pelarian dari stres kehidupan sehari-hari.
Bagi sebagian orang dewasa muda, terutama yang hidup di kota besar, mengoleksi figur kecil bisa menjadi bentuk self-care. Ia memberikan rasa kontrol dalam dunia yang serba cepat. Proses membuka blind box menciptakan momen kecil yang penuh kejutan, mirip dengan sensasi membuka hadiah.
Selain itu, Labubu sering diasosiasikan dengan kreativitas dan ekspresi diri. Banyak seniman muda menggunakan karakter ini sebagai inspirasi untuk karya ilustrasi, desain pakaian, atau bahkan dekorasi rumah. Dunia digital juga memperluas ruang ini — muncul filter AR, emoji, hingga NFT bertema Labubu yang menambah lapisan baru pada fenomena tersebut.
Kritik dan Tantangan
Tentu, tidak semua pihak melihat tren ini secara positif. Beberapa pengamat menyebut fenomena Labubu sebagai bentuk konsumsi impulsif yang memicu perilaku berlebihan, terutama karena sifat blind box yang mendorong orang membeli banyak hanya untuk mendapatkan karakter tertentu.
Ada juga kekhawatiran tentang limbah plastik dan keberlanjutan, mengingat jumlah produksi figur yang terus meningkat. Beberapa komunitas kolektor mulai mendorong upaya daur ulang dan pembatasan pembelian untuk mengurangi dampak lingkungan.
Namun, di sisi lain, perusahaan POP MART mulai menanggapi isu ini dengan meluncurkan program pengembalian kemasan dan material ramah lingkungan. Ini menunjukkan bahwa industri kreatif juga mulai beradaptasi terhadap tuntutan sosial baru.
Labubu dan Masa Depan Koleksi Digital
Ke depan, fenomena seperti Labubu mungkin akan berevolusi lebih jauh. Dengan meningkatnya teknologi AR (augmented reality) dan blockchain, konsep koleksi tidak lagi terbatas pada benda fisik. POP MART dan beberapa mitra kreatif telah bereksperimen dengan versi digital Labubu yang bisa dikoleksi dalam bentuk NFT atau karakter interaktif di dunia virtual.
Hal ini membuka kemungkinan bahwa di masa depan, koleksi fisik dan digital akan saling melengkapi. Kolektor bisa memiliki figur nyata di rumah, sekaligus versi digitalnya yang bisa dipajang di ruang virtual pribadi atau media sosial.
Kesimpulan
Fenomena Labubu menunjukkan bagaimana dunia modern bergerak melampaui batas antara produk, seni, dan gaya hidup. Sebuah mainan kecil dapat menciptakan dampak besar secara budaya, ekonomi, dan sosial. Ia memperlihatkan kekuatan narasi, komunitas, dan desain dalam membentuk tren global.
Labubu bukan hanya tokoh lucu dalam bentuk vinyl; ia adalah cermin dari generasi muda yang mencari identitas, kebahagiaan, dan makna melalui hal-hal sederhana namun penuh emosi.
Dari toko kecil di Beijing hingga lelang internasional, dari konten TikTok hingga galeri seni, Labubu telah menjadi ikon baru era digital — simbol bahwa di tengah dunia yang kompleks, terkadang hal kecil yang paling sederhana justru bisa menyatukan jutaan orang di seluruh dunia.