Di Jurnalac, kamu bisa menemukan berita terbaru, artikel pilihan, serta opini-opini segar dari berbagai sudut pandang.

Search Suggest

Inggris Turun Peringkat dalam Indeks Inovasi Global: Tantangan dan Peluang Baru

Inggris turun peringkat di Indeks Inovasi Global, hadapi tantangan dan peluang baru.

 



Inggris selama bertahun-tahun dikenal sebagai salah satu pusat inovasi dunia. Negeri yang pernah melahirkan Revolusi Industri ini memiliki sejarah panjang dalam penemuan teknologi, riset sains, dan pengembangan industri kreatif. Namun, dalam laporan terbaru mengenai Indeks Inovasi Global, posisi Inggris mengalami penurunan. Dari sebelumnya berada di peringkat lima besar, kini Inggris harus puas duduk di posisi keenam.

Meskipun pergeseran peringkat ini terlihat kecil di atas kertas, dampaknya cukup besar terhadap citra sekaligus prospek ekonomi jangka panjang negara tersebut. Dalam era di mana inovasi dianggap sebagai tulang punggung pertumbuhan ekonomi modern, pergeseran peringkat bisa menjadi alarm bahwa ada sesuatu yang perlu dibenahi.


Apa Itu Indeks Inovasi Global?

Indeks Inovasi Global (Global Innovation Index/GII) merupakan laporan tahunan yang mengukur kinerja inovasi suatu negara berdasarkan berbagai indikator. Indeks ini menilai kapasitas inovasi, kualitas riset, jumlah paten, ekosistem bisnis, akses pendanaan, hingga daya saing talenta. Hasil pemeringkatan ini menjadi acuan banyak negara untuk mengevaluasi strategi pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan.

Peringkat tinggi dalam GII biasanya dikaitkan dengan daya tarik investasi, reputasi internasional, serta kemampuan suatu negara menciptakan produk dan layanan baru. Karena itu, ketika Inggris tergeser dari posisi lima besar, hal ini menimbulkan pertanyaan: apa yang sedang terjadi dengan ekosistem inovasi di negeri tersebut?


Faktor Penurunan Peringkat Inggris

Ada beberapa faktor yang diduga kuat menjadi penyebab turunnya posisi Inggris dalam indeks global tersebut:

1. Keterbatasan Investasi Riset dan Pengembangan

Meskipun Inggris tetap mengalokasikan dana cukup besar untuk riset, persentasenya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih lebih rendah dibandingkan negara seperti Swiss, Korea Selatan, atau Jerman. Negara-negara pesaing meningkatkan investasi mereka secara agresif, sementara Inggris cenderung stagnan.

2. Dampak Ekonomi Pasca-Brexit

Sejak keluarnya Inggris dari Uni Eropa, ada sejumlah tantangan baru. Akses terhadap dana riset Eropa, kolaborasi lintas universitas, hingga mobilitas talenta ilmiah dari benua Eropa menjadi lebih terbatas. Hal ini sedikit banyak mengurangi keunggulan kompetitif Inggris.

3. Keterlambatan Adaptasi Teknologi Baru

Bidang seperti kecerdasan buatan (AI), komputasi kuantum, dan energi hijau berkembang pesat di berbagai negara. Inggris memang aktif di sektor ini, tetapi laju pertumbuhannya masih kalah cepat dibandingkan pesaing seperti Amerika Serikat, Tiongkok, atau bahkan Singapura.

4. Kesenjangan Talenta

Banyak universitas ternama di Inggris melahirkan lulusan berkualitas. Namun, tantangan muncul dalam mempertahankan talenta terbaik agar tidak berpindah ke negara lain dengan tawaran riset yang lebih menggiurkan. Brain drain masih menjadi isu serius.


Dampak Turunnya Peringkat

Turunnya posisi Inggris bukan sekadar angka di atas kertas. Ada sejumlah konsekuensi nyata yang bisa terjadi:

  1. Citra internasional melemah. Investor global biasanya menggunakan GII sebagai acuan untuk menilai potensi ekonomi berbasis inovasi. Penurunan peringkat bisa menurunkan daya tarik investasi asing.

  2. Kompetisi regional makin ketat. Negara tetangga seperti Irlandia dan Belanda kini semakin agresif membangun ekosistem teknologi. Jika Inggris tidak bergerak cepat, keunggulannya bisa terkikis.

  3. Potensi penurunan produktivitas. Tanpa dorongan inovasi yang kuat, pertumbuhan produktivitas nasional bisa melambat, berpengaruh pada daya saing ekspor dan kualitas industri dalam negeri.


Sektor yang Masih Menjadi Kekuatan Inggris

Meskipun mengalami penurunan peringkat, Inggris masih menyimpan kekuatan besar dalam sejumlah sektor.

  • Industri kreatif. Musik, film, game, hingga fashion dari Inggris masih menjadi rujukan global.

  • Pendidikan dan riset. Universitas Oxford, Cambridge, hingga Imperial College London tetap berada di jajaran universitas terbaik dunia.

  • Teknologi finansial (fintech). London tetap menjadi salah satu pusat fintech terbesar dunia, dengan banyak startup dan perusahaan raksasa beroperasi di sana.

  • Farmasi dan bioteknologi. Inggris memiliki sejarah panjang dalam penemuan obat serta inovasi kesehatan, terbukti dalam kontribusinya terhadap riset vaksin global.

Dengan basis kekuatan ini, sebenarnya Inggris masih memiliki modal besar untuk kembali ke papan atas.


Langkah-Langkah yang Bisa Dilakukan

Untuk mengembalikan posisinya, Inggris perlu mengambil langkah strategis, antara lain:

1. Meningkatkan Dana Riset dan Inovasi

Pemerintah perlu menaikkan porsi anggaran riset hingga setara atau bahkan lebih tinggi dari negara pesaing. Dukungan kepada universitas, lembaga riset, hingga sektor swasta sangat penting.

2. Memperkuat Ekosistem Startup

Banyak inovasi lahir dari perusahaan rintisan. Inggris perlu menciptakan iklim bisnis yang lebih ramah startup, dengan akses pendanaan, insentif pajak, serta dukungan inkubator.

3. Mendorong Kolaborasi Internasional

Meski terlepas dari Uni Eropa, Inggris tetap bisa menjalin kerja sama riset dengan negara-negara lain melalui skema bilateral maupun multilateral.

4. Fokus pada Teknologi Masa Depan

Bidang seperti AI, komputasi kuantum, energi terbarukan, dan bioteknologi harus dijadikan prioritas strategis. Keunggulan di sektor ini bisa mengangkat kembali reputasi inovasi Inggris.

5. Menahan Talenta Berkualitas

Program beasiswa, insentif riset, serta kemudahan imigrasi bagi peneliti asing bisa membantu Inggris mempertahankan serta menarik talenta global.


Harapan ke Depan

Turunnya peringkat dalam Indeks Inovasi Global seharusnya tidak dilihat semata sebagai kegagalan, tetapi lebih sebagai peringatan dini. Inggris masih memiliki semua modal dasar untuk kembali menduduki posisi puncak, hanya saja dibutuhkan strategi yang lebih terfokus, kolaboratif, dan berorientasi jangka panjang.

Sejarah telah membuktikan bahwa Inggris mampu menjadi pelopor revolusi besar di masa lalu. Kini, tantangan abad ke-21 menuntut lahirnya revolusi baru, bukan dalam bentuk mesin uap atau rel kereta api, melainkan dalam wujud teknologi digital, energi bersih, dan kecerdasan buatan.

Jika mampu membaca peluang dengan tepat, penurunan peringkat ini bisa menjadi titik balik yang mendorong Inggris untuk lebih agresif dalam berinovasi. Dunia sedang bergerak cepat, dan hanya negara yang adaptif terhadap perubahanlah yang akan bertahan di puncak.

Posting Komentar