Di Jurnalac, kamu bisa menemukan berita terbaru, artikel pilihan, serta opini-opini segar dari berbagai sudut pandang.

Search Suggest

Dolar AS Tertekan: Yield Turun dan Ketegangan Perdagangan Masih Membayangi

Apakah Jack Dorsey, pendiri Twitter, sebenarnya Satoshi Nakamoto? Teori baru muncul yang mengaitkan Dorsey dengan pencipta Bitcoin.

 


7 Agustus 2025 – Dolar Amerika Serikat (USD) menghadapi tekanan signifikan di pasar global hari ini, dipicu oleh kombinasi dua faktor utama: penurunan imbal hasil obligasi pemerintah AS (Treasury yields) dan memanasnya ketegangan tarif perdagangan antara Amerika Serikat dan sejumlah negara mitra dagangnya.

Yield Obligasi Turun: Sinyal Kekhawatiran Ekonomi

Salah satu pemicu utama pelemahan dolar adalah turunnya yield obligasi pemerintah AS. Imbal hasil obligasi tenor 10 tahun, yang menjadi acuan pasar global, sempat tergelincir di bawah 3,8%, level terendah dalam dua bulan terakhir. Hal ini mencerminkan meningkatnya kekhawatiran investor terhadap arah pertumbuhan ekonomi AS.

Yield yang menurun menandakan minat beli yang tinggi terhadap obligasi, yang biasanya terjadi saat investor menghindari aset berisiko dan memilih aset aman (safe haven). Dalam konteks ini, paradoks muncul: meskipun dolar selama ini dianggap sebagai safe haven, penurunan yield justru mengindikasikan bahwa kepercayaan terhadap prospek ekonomi AS sedang melemah. Ini menyebabkan investor global mengalihkan portofolio mereka ke aset lain, termasuk mata uang asing seperti euro, yen Jepang, dan bahkan emas.

Ketegangan Perdagangan Kembali Naik

Di sisi lain, isu perang dagang kembali menghantui sentimen pasar. Pemerintah AS di bawah Presiden Donald Trump kembali mengancam akan menaikkan tarif impor terhadap produk dari Tiongkok dan Meksiko. Tujuannya, menurut Gedung Putih, adalah untuk “melindungi industri dalam negeri dan memperkuat posisi tawar AS.”

Namun, langkah ini tidak serta merta menguntungkan pasar finansial. Sebaliknya, pelaku pasar menilai bahwa retorika proteksionis tersebut dapat menghambat arus perdagangan global dan memperlambat pertumbuhan ekonomi—baik bagi AS maupun negara mitra. Ketidakpastian ini menambah tekanan bagi dolar AS, karena investor khawatir kebijakan balasan dari negara lain bisa memperburuk kondisi ekonomi dalam negeri.

Kebijakan The Fed dan Arah Pasar

Dalam beberapa pernyataan terakhirnya, Federal Reserve (The Fed) menyampaikan kekhawatiran akan perlambatan konsumsi rumah tangga serta inflasi yang mulai melambat. Sinyal ini memperbesar kemungkinan bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga dalam pertemuan FOMC bulan depan. Ekspektasi pemangkasan suku bunga inilah yang turut mendorong pelemahan dolar, sebab suku bunga yang lebih rendah biasanya membuat mata uang menjadi kurang menarik di mata investor asing.

Reaksi Pasar Global

Indeks Dolar AS (DXY), yang mengukur kekuatan greenback terhadap enam mata uang utama, mencatat penurunan hingga mendekati level 98. Ini adalah posisi terendah dalam lebih dari tiga pekan terakhir. Sementara itu, mata uang lain seperti euro, poundsterling, dan franc Swiss justru mengalami penguatan.

Investor di pasar saham dan komoditas pun turut merespons situasi ini. Harga emas naik tajam ke atas $2.080 per ons, mencerminkan lonjakan minat terhadap aset lindung nilai di tengah ketidakpastian dolar.

Kesimpulan: Dolar dalam Posisi Rawan

Kondisi terkini menunjukkan bahwa dolar AS tidak sedang berada dalam posisi dominan. Kombinasi yield obligasi yang melemah, ekspektasi suku bunga turun, dan ketegangan geopolitik serta perdagangan yang meningkat menimbulkan ketidakpastian bagi greenback.

Jika ketegangan tarif tidak mereda dan The Fed memberikan sinyal dovish lebih lanjut, maka bukan tidak mungkin dolar akan mengalami tekanan lanjutan dalam beberapa minggu ke depan. Investor dan pelaku usaha perlu bersiap dengan strategi lindung nilai yang tepat untuk menghadapi fluktuasi nilai tukar yang makin dinamis.

Posting Komentar